Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi di dunia semakin pesat. Ini juga berpengaruh dalam dunia hukum. Di
Indonesia, teknologi informasi dan komunikasi juga sudah digunakan di dunia
hukum untuk memecahkan suatu kasus.
Cara ini digunakan untuk mencari bukti.
Dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi ini kita dapat
membuktikan benar atau tidaknya suatu bukti. Contohnya dapat membuktikan suatu
foto atau video asli atau hanya hasil edit seperti dalam kasus artis Marcella
Zalianty dan Ananda Mikola yang di tuduh melakukan penyiksaan atau kasus yang
menimpa salah satu anggota DPR yang berinisial YZ yang tersebar video mesumnya
dengan pedangdut yang berinisial ME. Selain itu ada juga yang menggunakan
penyadapan untuk menemukan bukti-bukti seperti dalam kasus KPK yang membuktikan
para tersangka korupsi dengan menggunakan penyadapan ini. Selain itu ada juga
alat yang bernama Lie Detector seperti yang digunakan dalam pemeriksaan ryan
pembunuh sadis untuk membuktikan pengakuannya itu benar atau bohong. Itu lah
beberapa cara penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di dalam hukum.
Penyadapan sering kali digunakan untuk bukti
yang lebih nyata dalam hal hukum. Seperti kasus yang belum lama ini menimpa
Lembaga-lembaga tinggi di Indonesia. Kasus antara KPK, Polri dan Kejaksaan. KPK
menggunakan penyadapan untuk membuktikan bahwa oknum-oknum yang terlibat
bersalah namun terjadi pro dan kontra dalam penyadapan. KPK dituduh
menyalahgunakan wewenang karena telah melakukan penyadapan. Di kasus ini KPK
menggunakan penyadapan terhadap beberapa orang yang dicurigai membantu
tersangka korupsi kasus Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT), Anggoro
Widjojo. Penyadapan ini dilakukan pada Anggodoo Widjojo, Bonaran Situmeang
(pengacara Anggoro Widjojo), Abdul Hakim Ritonga, Susno Duadji, Wisnu Subroto,
seorang wanita yang bernamaa Yuliana, seorang pria yang belum diketahui
identitasnya, serta I Ketut Sudiharsa (wakil ketua Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban(LPKS)). Dalam hal ini I Ketut Sudiharsa menuduh KPK menyalahgunakan
wewenang karena komunikasi antara LPKS dengan klien nya bersifat rahasia namun
pembicaraannya di sadap hingga seolah-olah ini tidak rahasia. Inilah yang
menjadi pro dan kontranya penyadapan. Penyadapan dapat membocorkan rahasia di
sisi lain jika tidak ada penyadapan yang dilakukan KPK maka para penjahat
koruptor dapat dengan bebas melakukan aksinya. Hal ini membuat menteri komunikasi
dan Informasi(menkominfo), Tifatul Sembiring mengumumkan bahwa penyadapan hanya
boleh dilakukan atas izin dari Kejaksaan Agung.
Penyadapan sangat penting dalam hukum
karena dapat membuktikan kebenaran dari suatu kasus. Namun juga dapat sangat berbahaya
jika disalahgunakan. Karena dapat membuka rahasia Negara dan semua yang
bersifat rahasia. Oleh karena itu jangan sampai penyadapan disalahgunakan oleh
oknum-oknum tertentu.
Peranan Teknologi Informasi Komunikasi
khususnya di pengadilan agama
Keterbukaan (transparansi) muncul sebagai
sebuah paradigma tersendiri, atau dengan kata lain menjadi (geist) yang tak
terbendung. Pelayanan publik yang bertolak dari asas-asas transparansi,
akuntabilitas serta mengandung prinsip : kesederhanaan, kepastian waktu,
akurasi, keamanan, kemudahan akses dan sebagainya akan sangat sulit
diimplementasikan dalam tugas sehari-harinya bila tanpa mengadopsi kemajuan IT
dan memanfaatkannya didalam penerapan. Secara empirik, sudah terbukti bahwa
peningkatan pelayanan kepada masyarakat tidak bisa dilepaskan dari pembangunan
sarana dan prasarana IT.[2]
Adapun yang menjadi dasar hukum bagi
Pengadilan Agama dalam mengembangkan teknologi informasi (IT) sebagai wujud
menciptakan good governance pada pengadilan agama, adalah sebagai berikut :
a.
Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
b.
SK. KMA. No. 144 Tahun 2007 Tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.
c.
SK. WKMA Non Yudisial No. 01 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pelayanan
Informasi pada Mahkamah Agung RI
d.
SK KMA No. 1-144 Tahun 2011 Pedoman pelayanan informasi di Pengadilan.
Pemanfaatan Teknologi Informasi di
Pengadilan Agama
Pengadilan Agama saat ini telah menggunakan media internet
untuk menyampaikan informasi-informasi (termasuk Sistem Informasi prosedur
penerimaan perkara, jadwal sidang,
keuangan dan lain sebagainya) dan hal ini dapat diakses khalayak umum melalui masing-masing situs
Pengadilan Agama. Salah satu agenda yang harus dibuat masing-masing lembaga
Peradilan Agama adalah membuat program kerja dan kelompok kerja teknologi
informasi, sebagai berikut :
Menyediakan informasi yang akurat mengenai
perkara yang ada di Pengadilan Agama untuk dapat diakses oleh publik.
Meningkatkan transparansi peradilan melalui
penyediaan website yang mampu untuk menyampaikan informasi mengenai SOP
perimaan perkara, SOP pengembalian sisa panjar, jadwal sidang, putusan Peradilan Agama dan informasi penting
lainnya.
Mendukung sistem TI Pengadilan Agama
melalui penyediaan infrastruktur TI yang handal dan penyediaan tenaga ahli
teknis TI yang terlatih.
Meningkatkan akuntabilitas keuangan
Pengadilan Agama dan lebih jauh lagi memperkuat infrastruktur TI di Pengadilan
Agama.
Penerapan teknologi informasi yang
digunakan Peradilan Agama membantu mengefisiensikan dan mengefektifitaskan
pekerjaan. Misalnya : masing-masing dilingkungan internal peradilan dapat
dengan cepat merespon adanya kebijakan-kebijakan yang digariskan Peradilan
Agama, sehingga tiap-tiap lembaga peradilan dapat menyesuaikan program kerjanya
disamping disesuaikan pula dengan visi dan misi yang ada. Selain itu, dalam
rangka melaksanakan fungsi akuntabilitas kepada publik, laporan tahunan pun
dapat diketahui oleh khalayak umum, juga memudahkan untuk menyebar luaskan
pengumuman adanya suatu kegiatan atau pendidikan dan pelatihan (diklat),
pendaftaran calon pegawai/ calon hakim berikut hasil seleksinya, dan masih
banyak lagi kemudahan-kemudahan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi
tiap-tiap lembaga peradilan.
thanks , sangat membantu dalam tugas saya
BalasHapus🤧🤧🤧
BalasHapus